Minggu, 04 September 2022

Perhitungan Kebutuhan Besi Rumah Tingkat Sistem Beton Konvensional


Sistem rumah tingkat dengan sistem beton konvensional mulai populer sejak tahun 60-an. sistem beton ini menggunakan bahan bekesting berupa kayu atau bambu sebagai sarana penopang pembuatan lantai dan balok beton.

Saat harga kayu maupun bambu masih murah dan mudah didapat, cara ini masih sering digunakan. Cara ini juga masih sering digunakan untuk membangun bangunan mewah bertingkat dan tinggi. Setelah harga kayu dan bambu merangkak naik dan untuk menekan biaya pekerjaan, maka sistem rumah tingkat sistem konvensional sudah mulai ditinggalkan (jarang digunakan).


Sebagai ganti bekesting menggunakan kayu atau bambu, pemborong bangunan menggunakan bekesting besi yang biasa disebut dengan scaffolding. Kelebihan cara ini adalah bahan dapat dipakai terus menerus dan dapat digunakan untuk lantai berikutnya. Sebaliknya jika menggunakan media kayu, setelah pekerjaan selesai kayu dijual dengan harga yang sangat murah. Sementara jika menggunakan scaffolding selesai maka akan dikembalikan ke tempat sewaan.


Perhitungan Kebutuhan Besi Rumah Tingkat Sistem Beton Konvensional

Perhitungan kebutuhan besi rumah tingkat sistem beton konvensional jika ditinjau dari biaya pembelian dan pemasangan adalah :

  1. Membutuhkan biaya yang tinggi. Biaya digunakan sebagai pembelian bahan-bahan seperti pasir, semen dan kerikil.
  2. Banyak menggunakan besi beton, paku dan kawat hingga biaya pembuatan beton konvensional ini bertambah besar.
  3. Diperlukan kayu atau bambu bekesting (penyangga). Setelah pengecoran selesai, harga jual kayu bekesting turun.
  4. Pekerjaan pemasangan dan pembongkaran bekesting membutuhkan waktu yang lama. Otomatis biaya tukang menjadi lebih besar.
  5. Menggunggu hingga 21 hari agar perancah kayu dapat dilepas hingga ruang bawahnya dapat dikerjakan kembali.
  6. Diperlukan tempat yang lebar untuk menyimpan dan menumpuk kayu bekas bekesting.

Tips Menekan Biaya Pembuatan Beton Konvensional

Ada beberapa tips yang dapat digunakan untuk menekan biaya pembuatan beton konvensional.

  1. Sebaiknya dinding bata sudah terpasang tanpa diplester saat akan pembuatan lantai beton konvensional.
  2. Jarak antar dinding maksimal 3 meter, jika lebih dari 3 meter diperlukan rangka tambahan/support di tengahnya.
  3. Susunan rangka kayu kaso berjarak sekitar 60 cm.
  4. Rangka kayu kaso digunakan sebagai bahan balok kayu atap.

Cara pemasangan besi beton konvensional

Beton konvensional membutuhkan banyak besi beton. Umumnya, rumah tempat tinggal membutuhkan besi beton berdiameter 8-10 mm dengan jarak pemasangan 15 cm hingga 25 cm. Jarak dan diameter besi yang dipakai tergantung pada jarak antar balok dan beban yang dipikul. Ketebalan lantai beton adalah 12 cm, sementara beban untuk rumah tangga berkisar 200-250 kg/m persegi.


Contoh Perhitungan Pemakaian Besi Beton 

Berikut contoh perhitungan pemakaian besi beton untuk luasan 1 m persegi dengan ketebalan lantai 12 cm adalah sebagai berikut :

  1. Penggunaan besi cor adalah 1 m x 1 m x 0,12 m kubik.
  2. Pemakaian besi berdiameter 8 mm dengan jarak antar besi adalah 20 cm rangkap atas bawah.

Dari data diatas, maka dapat dibuat perhitungan kebutuhan besi adalah 1m: 20cm = 5 buah. Karena pembesian menggunakan dua rangkap (atas bawah), maka kebutuhan besi beton adalah 4 x 5 = 20 buah atau 20 meter. Panjang besi yang dijual umumnya 12 m. Artinya setiap 1 m persegi anda membutuhkan besi sebanyak 1,67 batang.


Bagaimana Cara Membeli Besi Beton

Umumya besi beton yang dijual di Indonesia tidak mempresentasikan diameter besi yang sesungguhnya. Jika anda membeli besi beton di Toko Besi dan Bahan Bangunan ukuran 8 mm, maka anda akan mendapatkan besi beton ukuran 6 mm. Oleh sebab itu besi jenis ini disebut dengan “besi banci”. 

Untuk mendapatkan besi beton berukuran penuh, anda harus membeli di Toko Besi Anugerah Baja Shakti. Namun tidak banyak toko bangunan menyediakan besi jenis ini, sebab besi beton baja jenis ini digunakan untuk proyek-proyek besar.

Berdasarkan penampakan fisik, besi beton memiliki dua bentuk. Pertama adalah besi beton polos yang biasa di istilahkan dengan BJTP (Baja Tulangan Polos) atau plain bar.

Besi tulangan polos disimbolkan dengan ∅. Artinya jika sebuah gambar bangunan ditulis ∅10, maka bangunan tersebut menggunakan besi tulangan polos berdiameter 10 mm. Jika terdapat kode BJTP-24, artinya adalah kemampuan besi baja mendekati 2,4 ton. Artinya jika mendapat beban 2,4 ton besi tersebut akan patah.

Selanjutnya, ada besi jenis ulir yang mempunyai kode D. Artinya sebuah gambar ditulis D16 artinya adalah menggunakan besi tulangan ulir berdiameter 16 mm. Pada sebuah konstruksi, umunya besi jenis ini lebih banyak digunakan karena memiliki batas kemampuan yang lebih tinggi sekitar 4 ton.

 pertimbangan menggunakan dua jenis besi diatas adalah. Penggunaan besi ulir agar ukuran balok atau kolom lebih kecil hingga efektif biaya bahan selain besi dan pengerjaan. Namun biaya pembelian besi ulir 50% lebih mahal dari besi polos. Besi beton polos lebih mudah didapat di toko bangunan.